KPK Ungkap Istilah \'Uang Pokir\' di DPR
Laode Muhammad Syarif saat diskusi di Taman Suropati, Menteng, Jakarta, Minggu (9/12).
By: admin
9 Des 2018 18:07
 
 

JAKARTA (BM) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi salah satu pintu terbesar dari korupsi di Indonesia lewat pembahasan anggaran. "Salah satu sumber daripada korupsi adalah ketika penyusunan anggaran," ujar Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif di Taman Suropati, Menteng, Jakarta, Minggu (9/12).

Laode mencontohkan, pembahasan anggaran di DPR selalu ada anggaran pokok untuk pemikiran wakil rakyat yang disebut uang pokok pikiran (pokir).

"Dia (Anggota DPR) harus berpikir kan tidak boleh tidak berpikir, tapi sekarang itu harus dibayar khusus, ada namanya uang pokok pikiran, memang seperti itu agak aneh," jelasnya.

Tak hanya itu, kata Laode, sudah jadi rahasia umum ketika pengambilan keputusan ada istilah uang ketok palu. Kasus ini cukup banyak ditangani KPK. Jika tidak ada uang pokir atau pun ketok palu maka kemungkinan anggaran yang diajukan ditolak.

"Tidak akan disetujui anggaran kabupaten, propinsi atau bahkan kementerian/lembaga kalau tidak ada uang (pokir dan ketok palu)," tukasnya.

Laode M Syarif menyebut KPK memberikan perhatian khusus terhadap pembangunan infrastruktur karena anggaran besar, sekitar Rp 4.000 triliun.

"Ada beberapa hal, pembiayaan infrastruktur sekitar Rp 4.000 triliun, maka KPK punya perhatian khusus, salah satunya kawal anggaran, ada e-planning, berharap e-planning dan e-budgeting, serta kajian khusus proyek infrastruktur," kata Laode.

Ia menyebut anggaran tersebut rawan disalahgunakan oleh siapa pun. Apalagi pembangunan infrastruktur di daerah jauh dari jangkauan pemerintah pusat dan tidak adanya pemeriksaan setiap hari.

"Saya bilang bahwa (uang anggaran infrastruktur) itu Rp 4.000 triliun dari Sabang sampai Merauke, di mana banyak uang di situ. Kemungkinan penyalahgunaannya ada. Apalagi infrastruktur yang jauh di luar jangkauan pusat kekuasaan, itu juga mempunyai kerawanan tersendiri karena tidak ada pemeriksaan setiap hari," jelas dia.

Selain itu, ia mengatakan, penyusunan anggaran harus baik dan tepat. Namun kerap kali penyusunan anggaran sudah disalahgunakan, misalnya adanya uang pokir (pokok pikiran) dan uang ketok palu (pengesahan).

"Betul, salah satu sumber korupsi di Indonesia itu ketika penyusunan anggaran itu misal kita mendengar uang pokir (pokok pikiran). Ya kalau sekarang itu kalau kita jadi anggota DPR kan, kalau mendiskusikan sesuatu, mereka harus berpikir, kan. Tapi sekarang itu harus dibayar khusus. Memang agak aneh, tapi itulah yang terjadi. Jadi ada dua uang pokok pikiran dan uang ketok palu. Banyak istilahnya," jelas Syarif.              

 

Pencegahan Korupsi

Laode Muhammad Syarif mengatakan KPK sedang melakukan pencegahan korupsi di seluruh sektor, termasuk konstruksi. Salah satu pencegahan korupsi yang sudah dilakukan adalah kasus dugaan korupsi korporasi.

"Pencegahan di kantor KPK kewenangan ada lima, yaitu koordinasi, supervisi, monitoring, pencegahan, dan penindakan. Anggaran penindakan sebenarnya lebih sedikit ketimbang pencegahan. Bahkan kami tidak orang ditindak, tapi perusahaan," ujar Laode.

Syarif mengatakan saat ini jumlah petugas pencegahan korupsi lebih banyak daripada penindakan. KPK juga sudah bekerja sama dengan organisasi keagamaan untuk mencegah korupsi.

"Pencegahan juga kerja sama dengan Muhammadiyah, NU, serta gereja Katolik dan Protestan. Alquran saja dikorupsi, dana haji saja dikorupsi, bagaimana?" kata Syarif.

Lebih lanjut, ia juga mencontohkan penindakan operasi tangkap tangan (OTT) berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, yaitu kasus eks Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono. Kemudian uang yang ditemukan tersebar di berbagai tempat dari kamar tidur hingga toilet.

"Terus kami tanya, Bapak sudah tidak punya istri dan anak sudah selesai kuliah, buat apa uang seperti ini? Jawabannya, kalau ada minta bantuan uang, ada gereja yang bocor, kasih sumbangan. Basuki Hariman juga pendeta, ulama juga banyak. Maksudnya, tidak cukup itu, perlu sistem yang bagus," kata Syarif.

Untuk pencegahan itu, Syarif berharap pemerintah pusat atau daerah membuat kebijakan e-catalog, e-planning, dan e-budgetting. Kebijakan tersebut bisa mencegah pejabat melakukan korupsi.

Contoh pencegahan lain adalah saat Syarif memberikan arahan kepada Pemprov Jambi agar segera menyelesaikan APBD tanpa uang ketok palu. Namun, beberapa hari kemudian, penyerahan uang ketok palu terjadi, lalu KPK pun melakukan OTT di Jambi.

"Contoh Gubernur Jambi Zumi Zola. Delapan hari sebelumnya, (KPK) kasih tahu (pencegahan) DPRD hadir, Bupati hadir. Dua hari kemudian, saya pulang. Kalau lihat persidangan, kan sudah diperingatkan Pak Syarif, uang ketok nggak usah dibayar, tolong jangan, susah Pak Zumi selesaikan anggaran. Bahkan saya bilang, pakai aturan gubernur saja. Apa yang terjadi dua hari, Zumi bilang, kita sudah dilarang, DPRD bilang, kan KPK sudah pulang," kata dia. (rmo/det/tit)


Create Account



Log In Your Account