LIPI Ungkap Penyebab Tsunami Palu
Peta gempa yang terjadi di Palu - Sulteng
By: admin
2 Okt 2018 17:55
 
 

JAKARTA (BM) –  Peneliti Geofisika Kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nugroho Dwi Hananto mengatakan tsunami pascagempa yang terjadi di Sulawesi Tengah disebabkan sesar Palu-Koro memiliki komponen deformasi vertikal di dasar laut.

Nugroho mengatakan Teluk Palu juga memiliki geomorfologi yang unik. Pasalnya daerah teluk ini memiliki bentuk yang sangat curam. Sehingga gelombang Tsunami bisa berdampak lebih parah.

"Kawasan Teluk Palu hingga Donggala juga mempunyai bentuk mirip kanal tertutup dengan bentuk dasar laut yang curam. Akibatnya jika ada massa air laut datang, gelombangnya lebih tinggi dan kecepatannya lebih cepat," jelas Nugroho.

Nugroho mengatakan bentuk geomorfologi akan mengamplifikasi dampak Tsunami. Fenomena ini merupakan hal yang baru dalam bencana tsunami, pasalnya sesar mendatar ternyata bisa mengakibatkan Tsunami.

Nugroho juga berasumsi kemungkinan longsor bawah laut akibat tebing bawah laut runtuh karena gempa. Sehingga runtuhnya tebing ini juga bisa mengakibatkan tsunami.

"Kondisi Geomorfologi yang curam dam tipe batu yang tidak terkonsolidasi mungkinkan terjadinya longsor tebing laut," tutur Nugroho.

Masih rancunya penyebab tsunami ini dianggap Nugroho agar peneliti bisa memiliki alat-alat yang mampu memetakan dasar laut. Indonesia ia sebut perlu studi geosains kelautan yang selama ini sulit.

Kesulitan ini terjadi karena faktor infrastruktur, sumber daya manusia dan biaya.

"Gempa dan tsunami Palu menjadi pelajaran penting perlunya data geo-sains yang lebih lengkap untuk bisa mengkaji potensi terjadinya gempa yang sumbernya berasal dari bawah laut," ujarnya.

Oleh karena itu, Nugroho menyebut pemahaman terbaru tentang sesar yang bisa mengakibatkan Tsunami juga bisa mengubah SOP dan early warning system terhadap Tsunami.

Pemerintah saat ini memerlukan kebijakan untuk bersama-sama dengan instansi terkait demi kebutuhan pengetahuan. Sehingga bisa memerlukan regulasi terkait mitigasi bencana.

"Pemahaman kita terhadap sesar mendatar bisa akibatkan gempa bisa berubah SOP untuk ditingkatkan early warning system. Kita harus perhatikan kota kota serupa dengan palu yang curam, dan teluk dalam, kalau perlu kita pasang sensor tinggi permukaan laut," kata Nugroho.

Sementara itu,  peneliti gempa bumi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mudrik Rahmawan Daryono menyebutkan, gempa bermagnitudo 7,4 yang melanda Kota Palu, Sulawesi Tengah mengingatkan masyarakat dengan besarnya kekuatan gempa bumi di Indonesia bagian timur. Diakuinya, kekuatan gempa di Indonesia bagian timur lebih besar dibanding di bagian barat.

Meski begitu, risiko lebih besar justru mengintai Indonesia bagian barat. Salah satunya karena pembangunan di kawasan barat Nusantara lebih pesat dibandingkan di Timur.

"Kekuatan gempa bumi di Indonesia timur lebih besar daripada Indonesia barat, tapi mengenai risikonya lebih besar di Indonesia barat karena pembangunan di Indonesia timur yang tidak sepesat di Indonesia barat," kata Mudrik di Gedung LIPI Jakarta Selatan, Selasa (2/10).

Untuk itu, dia menyarankan agar pembangunan di Indonesia bagian timur memperhatikan besarnya potensi bencana gempa bumi di sana.

Hal ini pun dikatakan oleh Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto, dengan mencontohkan pergerakan lempeng di kawasan Sumatera dengan di sekitar sesar Palu Koro.

"Kalau di Sumatera pergerakannya 15 mm per tahun, di Palu Koro pergerakannya 40 mm pert tahun, bisa dikatakan kekuatannya hampir tiga kali lipat," jelas Eko.(cnn/mer/tit)


Create Account



Log In Your Account